Wednesday, October 28, 2009

Potong Poni

Jumat lalu pas gue telpon ke rumah, helena made a confession, again.

"Tapi Mama jangan marah, ya. Mama janji jangan bilang Papa ya..." katanya before confessed, "Aku potong poni sendiri."
"Whaaat?" seru gue di telpon. Gue di kantor dan temen2 pada ngeliat.
"Iya, Ma, aku potong sendiri, Mama nggak marah kan?"
"Kenapa kamu potong sendiri?" gue tanya dan wondering hasilnya, "Trus poninya bagus nggak?"
"Enggak, Ma, poninya jelek, miring, pendek sebelah." kata helena.
Lalu gue denger suara agak kencang bag backing vocal di belakang helena, di telepon, "IYA BU, HELENA POTONG PONI SENDIRI DIAM2 DI KAMAR," suara si mbak.
"Kenapa nggak minta Mbak yang potong? kenapa nggak nunggu Mama pulang? Kenapa potong sendiri?" gue tanya lagi.
"Habis aku pengen potong poni sendiri, Ma. Boleh kan, Ma? Mama nggak marah kan? Mama nggak bilang2 Papa kan ntar?"
"OK, tapi janji ini hanya sekali ini, lain kali nggak boleh! Lain kali harus sama Mama atau ke salon!" gue bilang.

Begitu gue pulang, sampe di dpn rumah, yang biasanya dia menyambut di depan pintu, skrg dia menunggu di balik tirai pintu sambil menutup mukanya pake tirai, dan pas gue mau cium, dia segera peluk gue dengan muka yang looks agak kuatir.
Mumpung Papa masih parkir dan beresin mobil di luar, segera gue ambil gunting dan gue rapihin deh tuh poni yang miring sebelah. Sebelah masih sepanjang dahi di atas alis, sebelah lagi di tengah jidat (hasil potongan dia).
Untung deh udah kelar pas Papa masuk rumah jadi Helena nggak kuatir lagi.

Trus gue bisikin, "Kasih liat Papa, gih, tanyain papa, bagus gak potongan poni helena ini, gitu," suruh gue.
Dengan langkah ragu2 dia mendekati papanya dan bertanya, "Pa, bagus gak poni aku?"
Papanya yg sebenarnya udah tau apa yg terjadi (udah gue kasih tau wkt di mobil), tersenyum lebar sambil menjawab, "BAGUUUUUSSSS..."
Trus dengan senyum senang dia masuk kamar untuk ngaca2 di cermin besar.
"Iya, Bu, tadi saya juga kaget pas nemuin dia diam-diam mojok di kamar sendiri sama gunting," lapor si mbaknya.
Akhirnya gue suruh si mbak ngumpetin tuh gunting.

Habis itu kita ke rumah ompungnya untuk latihan koor sektor gereja.
Begitu lihat helena, para ibu2 yang sudah rata2 ompung2 itu langsung melihat poninya yang kependekan, dan pada bilang,
"Duh, helena lucu banget poninya..."
"Wah, cantik sekali poni boru sianipar ini...."
"Poninya bagus, potong dimana, sayang?"
Dll.
Gue langsung mengklarifikasi, "Itu dipotong sendiri sama Helena, Ompung..."
"Wah, pinter banget..." Begitu mereka menyahut. Gue belum kelar ngomong.
Dasar ibu2 dan nenek2, bisanya memuji2 anak2 terusssss....
"Tapi dipotongnya tadi berantakan, trus dirapihin sama Mama," kata helena ngaku.

Nggak lama kemudian ompung borunya muncul dari dapur dan berkata, "Tadi ompung dengar katanya helena potong poni sendiri?"
Helena langsung menciut.
Ompung borunya langsung memegang tangan Helena dan menatap matanya, dan bilang:
"Dengar, helena tidak boleh potong poni sendiri. Tidak boleh potong rambut sendiri, takutnya mata helena kena gunting yang tajam itu. Itu bahaya! Lain kali sama ompung aja. Ompung biasa kok potong rambut. Dari dulu ompung yang potong rambut papa, namboru, uda, semua Ompung yang potong. Sampai papamu SMA pun masih ompung yang potong rambutnya." kata ompung boru. Helena hanya diam.

Dengar begitu, gue langsung pengen nyari suami gue di teras yang sdg duduk2 sama bapak2 lain, dan ingin berkata, "Pantesan potongan rambut loe culun, Bang, dulu nggak pernah ke barber shop ya?"
Hahaha...
Ternyata bakat potong rambut sendiri itu faktor keturunan, hahaha...

No comments:

Post a Comment