Thursday, December 22, 2011

Doaku untukmu...

“WIPER BAGI KALBU”

Berkabut…

Bagaikan kaca mobil di kala hujan. Kau butuh wiper. Membersihkan. Kabut. Awan. Embun. Apapun namanya, yang menghalangi pemandangan. Sebab jika dibiarkan, bisa membahayakan penglihatan. Perjalanan masih panjang. Bahaya mengintip. Mata harus tetap awas. Penglihatan harus tetap jelas. Pandangan, visi, harus tetap jelas.
Visi… hffff… kau mengeluh. Benarkah ini soal visi? Kau bertanya.

Kau bilang, merasa beberapa tahun ini agak berkabut. Ya. Mungkin itulah diksi paling tepat. Berkabut. Banyak yang mengotori kaca ‘mobil’mu. Debu. Embun. Kotoran.
Dan berkabut menjadi sesuatu yang tidak nyaman. Mungkin itu sebabnya kau merasa gelisah. Galau. Ya, galau. Kau sebut demikian. Kau juga merasa kering. Sesuatu dalam jiwa serasa berkurang. Damai, mungkin? Kau bertanya, mungkinkah itu karena rasa galau atau kuatir tadi telah menggeser sebagian (besar) posisi ‘damai’ dalam hati?
Kau mencoba menelusuri. Apa itu yang mencuri damai hatimu. Dunia. Yeah rite! Apa lagi! Tapi aku bukan manusia matre, debatmu. Tentu. Semua manusia matre, hanya kadarnya yang berbeda, akuimu malu-malu kemudian. Mungkinkah kadar matre-ku makin bertambah? Kau bertanya. Aku tak tahu. Kau merasa terlalu sering memikirkan materi sekarang. Kenapa? Aku balik bertanya. Kau merenung.

…I’ll be home for Christmas…
Entah kenapa lagu itu membuatmu tertohok. Home. For Christmas.
Home. Home? Kau merasa sedang ‘jauh’, atau tersesat?

Kenapa greget itu kurang terasa? Kau bertanya. Tahun-tahun berlalu begitu saja. Kau kering. Kau sebut dirimu gersang. Apa yang salah? Kurang cairan? Nutrisi?
Di mana semangat itu? Semarak itu? Kau mencari-cari. Ingatanmu kembali ke tahun-tahun dulu dimana bulan ini adalah pesta rohani bagimu. Ya. Rohani. Bukan sekedar jasmani. Sebab itu hanya berlalu begitu saja. Ibarat sebotol champagne mahal akan terlupakan ketika terbuang di jamban esok paginya.
Di mana pesta itu?

Aku tersenyum. Kau tak pernah datang lagi. Jawabku. Apakah kau tidak diundang? Kau tak mendebat. Mungkin kau terlalu sibuk? Atau kau datang ke pesta yang lain?
Pesta yang lain. Kau sebutkan beberapa menu. Wow, aku menahan air liur. Kau sebutkan beberapa nama. Oh, aku minder. Tapi kau menepis tangan. Itu semua palsu. Katamu. Buktinya kau tetap kering dan makin gersang.

Kau menyebutkan lagi beberapa kata sandang. Lingkungan baru-mu beberapa tahun belakangan ini. Oooh, aku melongo. Mereka semua terdengar seolah mmmm… golongan yang kau tidak sukai, tapi tak bisa kau hindari. Apakah mereka sungguh kaya? Dengan lugu aku bertanya. Kau menggeleng. Sangat miskin, sebenarnya, jawabmu. Ssst, tapi sok kaya!

Aku terhenyak. Lalu? Ya ya, aku mencoba memahami. Banyak orang merasa ingin terlihat kaya walau sebenarnya mereka tak benar-benar memiliki. Aku tak mengerti, tapi kau tetap menjelaskan. Mereka ini, memiliki sesuatu yang tidak riil, kau bilang. Apa pula itu? Harta mereka bersifat maya? Aku terdengar makin bodoh.

You’re dam rite! Kau berseru. Maksudmu? Aku bertanya lagi. Apa iya ada kekayaan yang maya? Maksudmu virtual, atau seperti main saham? Tanyaku. Kau menggeleng. Matamu kelam. Aku malu untuk jujur, katamu. Aku merasa sudah seperti mereka.

Gantian aku yang merasa kelam. Mungkinkah kau mengikuti cara hidup mereka? Sebab kulihat belakangan ini kau tampil semakin wah. Tidak, aku tak berani menuduhmu buruk. Kau adalah orang paling jujur dan tulus yang pernah kukenal. Tak salah jika kau bisa terlihat lebih menawan.

Aku letih, bisikmu. Aku merasa terlalu berkabut. Tidak apa-apa, jawabku. Kabut bisa dibersihkan dengan wiper. Kau menggeleng. Kau tunjukkan semua yang kau kenakan. Semuanya takkan mampu dibeli dengan gaji pegawai biasa. Aku tak betah, akuimu. Ah kau salah kali, sahutku. Kau terlihat nyaman dan makin keren dengan semua itu. Benar, jawabmu. Tapi ini adalah tampilan luar. Artificial. Lalu, kenapa kau mengenakannya walau kau tak betah?

Kau sebut lagi nama-nama itu. Aku menganga. Whaaaat??? Untuk apa kau harus ‘berjejer’ dengan mereka? Kau menggeleng. Aku tak suka mereka, tapi aku tak bisa memutuskan relasi dengan mereka. Jawabmu singkat.Aku mengerti. Banyak relasi dalam hidup ini yang tak kita inginkan tapi harus tetap kita jaga. Walau resikonya, banyak hal mesti kita korbankan. Dan kau menyesalinya.

Sesuatu yang dulu sangat kukagumi padamu adalah kesederhanaanmu. Banyak orang tampil lebih dari yang seharusnya. Kelasnya mestinya hanya level C, tapi penampilannya level A. Banyak orang ingin terlihat hebat, butuh pujian dan pengakuan, walau semua itu artificial. Kau adalah kebalikannya. Kesederhanaanmu, yang bersahaja. Ibarat jika kau punya pesawat, kau tetap mau naik becak. Tapi orang lebih suka terlihat seolah memiliki pesawat walaupun hanya punya becak dan becaknya pun hanya pinjaman. Kau tidak seperti itu. Dan itu adalah sesuatu yang kini mulai kau rindukan.
Kau rindu kembali pada jati dirimu yang sesungguhnya, yang apa adanya. Terlalu banyak topeng sungguh membuat hidup ini terasa berat bukan? Sebegitu beratnyakah berani menjadi diri sendiri?

Ah, kau sangat letih. Harus bagaimana menolongmu. Kau perlu bantuan. Emergency.
Wiper. Kau butuh wiper. Sebagai kado natal. Wiper bagi jiwa. Kemana kau harus mencarinya? Aku tersenyum. Merasakan hal yang sama. Aku juga butuh wiper. Mungkin yang lebih besar, kuat dan tebal. Who knows masalah kita lebih besar daripada orang lain? Kemana lagi kita harus mencari wiper? Mesin pembersih kalbu dari segala kabut galau? Kepada siapa kita harus tetap teguh menegakkan visi? Kepada siapa lagi? Adakah duanya?

Dan kau. Kau. Kau juga. Apa yang kau perlukan di natal ini? Kado apa yang kau inginkan?

(…Hanya karena kasihNya..hanya karena kehendakNya..kita masih bertemu matahari…...yang terbaik hanyalah segeralah bersyukur..mumpung kita masih diberi waktu…#EbietGAde)
Semoga natalmu cerah, bersih dari segala kabut, hingga visimu tetap jelas, menuju tahun yang baru …

Itu doaku. Untukmu. Untukku juga.

=18dec11=

Risoles dan Resolusi 2012

“Apa Hubungan RESOLUSI 2012 gue dengan RISOLES?”

Yeah rite!

Itulah yang akan gue bilang jika ada yang bertanya soal resolusi 2012. Kenape ‘yeah rite’?

Well, gini… Tahun lalu gue sangat convincing punya resolusi, dan itu berhasil banget, yaitu: Menemukan semua rasa baru MAGNUM es krim walls. Mission accomplished booo! Gimana enggak, resolusinya gampil gitu!

Nah, tahun depan ini, gue belum ada clue. Resolusi apa ya kira-kira? Kayaknya bukan kuliner lagi deh. Ternyata punya resolusi yang well accomplished malah bikin jadi nggak tertantang lagi bikin yang baru yak?

Ah ya… gue mau cerita dikit. Jadi beberapa waktu lalu, gue ketemu dengan seseorang. Someone stranger yang ketemu dalam urusan bisnis. Dia mirip Nicolas Cage. Bukan, bukan Nicholas Saputra. Dia tidak tampan kok. Tak ada yang istimewa sih. Yang bikin gue teringat sama dia hanya karena satu hal ini.
Dia mengucapkan sesuatu yang gue rasa bagus banget. Ketika membahas soal kepribadian, dia mengucapkan hal ini (sebenarnya bukan ke gue) : Jangan biarkan energy negative menguras dirimu, katanya.

Menguras. Yeah. Ibarat bak kalo dikuras kan dikeringin sampe kerontang tuh. Nggak kepikir tuh gue kalo energy negative itu bisa segitu jahatnya. Pas denger pembahasan lagi, makin jelas maksudnya. Misalnya, rasa kesal, marah, iri, dendam, kecewa, frustasi, itu semua perasaan negative yang menguras energy. Nah, itu yang dia maksud.
So, maksudnya, if someone messed up with you, just let it go. Jangan disimpan-simpan. Lupain aja. Lepasin aja. Teruskan hidupmu. Sebab ngedumel, dongkol, kesal, dan sampai dendam, itu akan merusak dirimu sendiri.
Hei! Pernah merasa begitu lelah dalam hidup ini? Begitu drained? Frustrated? Exhausted? Fatigued?

Nah, yang paling sering mengakibatkan itu adalah energi negative tadi. Kalau hanya lelah fisik, dengan tidur agak lamaan, minum vitamin dan makan bergizi, akan segera pulih. Tapi lelah secara emosional? Wait! Dengan cuti atau liburan atau hiburan pun belum tentu pulih kan?

Kenali penyebabnya! (kok kayak iklan2 ya? Hehehe…)
Memang tidak mudah. Masa iya kita bisa langsung senyum dan lupa pas habis orang nampar kita, trus kita melanjutkan hidup kita seolah tak pernah ditampar? Padahal mungkin masih ada bekas gambar tanganmu (lagu betharia sonata banget!)? Iya nggaaaaak siiihh?

Masa iya kita bisa langsung ketawa-ketiwi chatting dengan teman begitu keluar dari ATM yang menelan kartu ATM kita? Kita bilang gini di chat: “eh tau gak, kartu atm gue ketelan, gue gak punya duit nih. Ntar gue jalan kaki aja pulang ke rumah. Santai aja. Rumah gue di tanjung priuk dan gue sekarang di depok. Paling semalaman jalan kaki kan lumayan tuh olahraga.” Apa kita nggak dibilang agak crazy tuh?

Apa iya normal, misalnya, loe bisa langsung makan dengan lahap ketika seseorang di kantin nabrak elo dan kuah bakso panas dia membakar muka elo yang baru habis perawatan di klinik mahal, trus sambalnya kena ke tas LV mahal loe? Let it go? Lupain aja? Teruskan hidup? Teruskan makan? Apa semudah itu? Gue curiga, loe akan maki-maki tuh orang dan minimal minta ganti rugi, bener gak? Bener gak?
Hallah. Emangnya kita robot. Tanpa perasaan. Bisa gitu aja lupain masalah dan melanjutkan hidup?
(eeehh kenape sih loe begitu sinis…?)

Idih. Beberapa waktu lalu gue sempet kesel ama orang nih. Lha… Kok gue jadi curhat? Yee biarin aja yak… blog gue ini, hehee…
Gue udah maafin nih orang, sebenarnya. Gue tahu memang latar belakangnya agak kurang bahagia. Jadi dia memang hobi sirik dan berusaha menghancurkan semua orang yang dia tidak sukai. Rasa tidak ingin disaingi, sangat dominan pada kepribadiannya. Somehow, gue sempat merasa nih orang cocoknya tinggal di bawah tempurung aja karena selain posturnya memang cocok, sifatnya juga pas. Nih orang takkan segan-segan mengeluarkan energy sebesar apapun hanya untuk mencari tahu keburukan orang lain dan bagaimana caranya dia bisa mengeksposnya untuk menghancurkannya. Sepertinya dia ada sindrom (kelainan jiwa kaleee yee), yaitu: bisa merasa bahagia jika berhasil membuat orang lain tidak bahagia.

Dulu, ngeliat mukanya aja, bahkan denger namanya aja, sempet bikin gue eneg. Itu ungkapan hati gue yang sejujurnya. Maaf kalau gue terlalu jujur. Gue hanya ingin mengungkapkan isi hati gue. (Gue harap kalau dia baca blog gue ini – dan gue yakin dia akan baca sebab dia sangat penasaran ngulik2 keadaan ‘korban2’nya – dia sadar kalo dialah yang gue maksud, dengan begitu misi gue untuk mengungkapkannya secara to the point ke dia pun berhasillah sudah hehehe).

Sebab, gue sudah berusaha menjalankan nasihat si Nicolas Cage KW1 tadi. Let it go, lupain aja. Tapi sejujurnya dalam hati gue, masih ada rasa eneg itu juga rasa bertanya-tanya: why do you hate me so sweet and tenderly, eh salah. Why do you hate me so deep and strongly? apa salah gue? (udah kayak sinetron deh)

Gue yakin energy dia habis banget tuh buat nyirikin dan update status gue serta ngegosipin gue dan mencari cara-cara untuk menjatuhkan gue. Mungkin dia juga pernah membuat strategic planning untuk mencari-cari kesalahan gue dan mungkin dia begadang. So tired deh loe. Habis nggak sih energy dia mendendam dan membenci gue segitunya, walau sebenarnya gue tuh nggak ada urusan ama dia!

Oke oke. Mungkin memang ada. Jadi gini. Gue nggak terlalu suka basa-basi ya sama orang yang nggak cocok ama gue... Daripada gue bohong atau menjilat, gue lebih suka diam atau menarik diri. Nah, gue memang nggak 'nyaman' ama dia bo. Bukan bermaksud sok eksklusif, gue merasa nggak cocok aja bergaul ama dia, so gue nggak mau jalan dong ama dia bo. Daripada bergaul ama orang negative, gue merasa lebih baik menarik diri, menggunakan me time, baca buku, main bb atau buka2 internet. Nah, mungkin dia tersinggung ya. Secara mungkin dia pengen banget gaul ama gue tapi dia ngerasa gue melepeh dia dan dia dendam kesumat. Remponglah bo… hahhahaa...

Well, mestinya dia sadar dong, siapa sih yang suka bergaul ama dia? Coba. Kalo mau jujur, orang2 yang deket ama dia selama ini, apa dia nggak tahu, mereka semua ngomong buruk tentang dia di belakang dia, dan dia tahu kok, tapi dia menikmati tetap bersama mereka dalam kepalsuan dan basa-basi-busuk itu? Oh no, not me. Sori sori sori jek… (-:

Dan yang paling bikin gue nggak betah ama dia ya, dia juga selalu membicarakan keburukan orang lain. Siapa coba yang sudi gaul ama orang kayak gitu? Jadi bukan gue dong bo, yang sombong dan melepeh hubungan, gue kan hanya ingin tetap berada dalam medan magnet positif, sebab kata nenek, PERGAULAN YANG BURUK BISA MERUSAK LOE. Tul, kan, jek? Bergaul ama orang baik, akan mempengaruhi loe jadi baik, bergaul ama orang cetek, bisa bikin loe tenggelam walau kolamnya cetek (jaka sembung bawa golok hehehe).

Yeah. Tentu saja gue beraninya Cuma lewat blog ini bo. Soalnya kalo gue berhadapan ama dia, bisa melenting gue, kalah bobot, hahaha… lagian nggak level juga kale berantem ama penggemar loe, penggemar sirik yang tak mampu, hahaha…
Begitulah. (apanya yang begitu? Ini kan tadi ngebahas soal resolusi kok jadi ngomongin ketek, eh cetek?)

Yaaaahhh… kembali ke Nicolas Cage. Gue pernah merasa so emotionally drained. Belum lama. Dan itu merembet menjadi bad health. Istirahat sekian lama ternyata memang bukan obatnya. Kembali ke nasihat tadi, memang pada akhirnya kita harus bisa membuang energy negative itu. Tidak mudah. Tidak cepat. Tak instan. Tapi kita bisa melatih diri. Practice makes perfect.

Sejujurnya gue masih ada rasa eneg membayangkan si cetek tadi, tapi paling tidak karena energy negatifnya sudah gue coba erase dan delete berkali-kali, kalau gue ketemu dia lagi, bayangkan, dan tebaklah apa yang akan gue lakukan? Coba, tebak!
--> Gue akan menampar dia? (No.)
--> Gue akan numpahin air panas ke mukanya? (Nehi.)
--> Gue akan maki-maki dia dan bilang gini: hei, urus aja diri loe sendiri ya, daripada sibuk nyirikin orang, mendingan loe benahi diri loe sendiri ye, bersaing dgn karya dong, jangan menusuk dari belakang, ngaca dong, ngacaaa… (Tidak.)
--> Gue akan bawain dia makanan. Gue akan traktir dia makan makanan kesukaannya. Sepertinya dia suka risoles.(Yes.)

Hihihi… Itulah resolusi gue tahun depan. Bukan hanya kepada satu orang. Itu tadi hanya contoh kasus. Sebab gue bersyukur, gue belajar sesuatu dari pengalaman bersama dia. Kasihan, hidupnya sebegitu tidak bahagia, perlu sedikit sentuhan kasih sayang dan perhatian, dengan sepotong atau dua potong risoles mungkin sebuah langkah awal yang bagus.

(Well, I know its not gonna be easy, tertama kalau gue ingat betapa jahatnya dia ama gue. oh ternyata agak susah ya utk bener2 meng-erase kejadian itu dari memori gue, untung gue bisa menjadikannya lelucon, hahahhaaaaaaaaaaaaaa…)

To forget, maybe hard, but to forgive, is a must.
Itulah risolesi 2012 gue.

Eh salah... Resolusi. Kok risoles-i, hehehe.

Hei, Nicolas cage kw1, loe pasti bangga ama gue deh, gue udah jalanin saran loe. Tapi sori ya, gue menolak yang loe tawarkan, loe pasti bisa let it go and continue your life as usual, kan?

hahaha…

Happy new year 2012, All.

Semangat!

-=-

Risoles dan Resolusi 2012

“Apa Hubungan RESOLUSI 2012 gue dengan RISOLES?”

Yeah rite!

Itulah yang akan gue bilang jika ada yang bertanya soal resolusi 2012. Kenape ‘yeah rite’?

Well, gini… Tahun lalu gue sangat convincing punya resolusi, dan itu berhasil banget, yaitu: Menemukan semua rasa baru MAGNUM es krim walls. Mission accomplished booo! Gimana enggak, resolusinya gampil gitu!

Nah, tahun depan ini, gue belum ada clue. Resolusi apa ya kira-kira? Kayaknya bukan kuliner lagi deh. Ternyata punya resolusi yang well accomplished malah bikin jadi nggak tertantang lagi bikin yang baru yak?

Ah ya… gue mau cerita dikit. Jadi beberapa waktu lalu, gue ketemu dengan seseorang. Someone stranger yang ketemu dalam urusan bisnis. Dia mirip Nicolas Cage. Bukan, bukan Nicholas Saputra. Dia tidak tampan kok. Tak ada yang istimewa sih. Yang bikin gue teringat sama dia hanya karena satu hal ini.
Dia mengucapkan sesuatu yang gue rasa bagus banget. Ketika membahas soal kepribadian, dia mengucapkan hal ini (sebenarnya bukan ke gue) : Jangan biarkan energy negative menguras dirimu, katanya.

Menguras. Yeah. Ibarat bak kalo dikuras kan dikeringin sampe kerontang tuh. Nggak kepikir tuh gue kalo energy negative itu bisa segitu jahatnya. Pas denger pembahasan lagi, makin jelas maksudnya. Misalnya, rasa kesal, marah, iri, dendam, kecewa, frustasi, itu semua perasaan negative yang menguras energy. Nah, itu yang dia maksud.
So, maksudnya, if someone messed up with you, just let it go. Jangan disimpan-simpan. Lupain aja. Lepasin aja. Teruskan hidupmu. Sebab ngedumel, dongkol, kesal, dan sampai dendam, itu akan merusak dirimu sendiri.
Hei! Pernah merasa begitu lelah dalam hidup ini? Begitu drained? Frustrated? Exhausted? Fatigued?

Nah, yang paling sering mengakibatkan itu adalah energi negative tadi. Kalau hanya lelah fisik, dengan tidur agak lamaan, minum vitamin dan makan bergizi, akan segera pulih. Tapi lelah secara emosional? Wait! Dengan cuti atau liburan atau hiburan pun belum tentu pulih kan?

Kenali penyebabnya! (kok kayak iklan2 ya? Hehehe…)
Memang tidak mudah. Masa iya kita bisa langsung senyum dan lupa pas habis orang nampar kita, trus kita melanjutkan hidup kita seolah tak pernah ditampar? Padahal mungkin masih ada bekas gambar tanganmu (lagu betharia sonata banget!)? Iya nggaaaaak siiihh?

Masa iya kita bisa langsung ketawa-ketiwi chatting dengan teman begitu keluar dari ATM yang menelan kartu ATM kita? Kita bilang gini di chat: “eh tau gak, kartu atm gue ketelan, gue gak punya duit nih. Ntar gue jalan kaki aja pulang ke rumah. Santai aja. Rumah gue di tanjung priuk dan gue sekarang di depok. Paling semalaman jalan kaki kan lumayan tuh olahraga.” Apa kita nggak dibilang agak crazy tuh?
Apa iya normal, misalnya, loe bisa langsung makan dengan lahap ketika seseorang di kantin nabrak elo dan kuah bakso panas dia membakar muka elo yang baru habis perawatan di klinik mahal, trus sambalnya kena ke tas LV mahal loe? Let it go? Lupain aja? Teruskan hidup? Teruskan makan? Apa semudah itu? Gue curiga, loe akan maki-maki tuh orang dan minimal minta ganti rugi, bener gak? Bener gak?
Hallah. Emangnya kita robot. Tanpa perasaan. Bisa gitu aja lupain masalah dan melanjutkan hidup?
(kenape sih loe begitu sinis…?)

Idih. Beberapa waktu lalu gue sempet kesel ama orang nih. Lha… Kok gue jadi curhat? Yee biarin aja yak… blog gue ini, hehee…
Gue udah maafin nih orang, sebenarnya. Gue tahu memang latar belakangnya agak kurang bahagia. Jadi dia memang hobi sirik dan berusaha menghancurkan semua orang yang dia tidak sukai. Rasa tidak ingin disaingi, sangat dominan pada kepribadiannya. Somehow, gue sempat merasa nih orang cocoknya tinggal di bawah tempurung aja karena selain posturnya memang cocok, sifatnya juga pas. Nih orang takkan segan-segan mengeluarkan energy sebesar apapun hanya untuk mencari tahu keburukan orang lain dan bagaimana caranya dia bisa mengeksposnya untuk menghancurkannya. Sepertinya dia ada sindrom (kelainan jiwa kaleee yee), yaitu: bisa merasa bahagia jika berhasil membuat orang lain tidak bahagia.

Dulu, ngeliat mukanya aja, bahkan denger namanya aja, sempet bikin gue eneg. Itu ungkapan hati gue yang sejujurnya. Maaf kalau gue terlalu jujur. Gue hanya ingin mengungkapkan isi hati gue. (Gue harap kalau dia baca blog gue ini – dan gue yakin dia akan baca sebab dia sangat penasaran ngulik2 keadaan ‘korban2’nya – dia sadar kalo dialah yang gue maksud, dengan begitu misi gue untuk mengungkapkannya secara to the point ke dia pun berhasillah sudah hehehe). Sebab, gue sudah berusaha menjalankan nasihat si Nicolas Cage KW1 tadi. Let it go, lupain aja. Tapi sejujurnya dalam hati gue, masih ada rasa eneg itu juga rasa bertanya-tanya: why do you hate me so sweet and tenderly, eh salah. Why do you hate me so deep and strongly?

Gue yakin energy dia habis banget tuh buat nyirikin dan update status gue serta ngegosipin gue dan mencari cara-cara untuk menjatuhkan gue. Mungkin dia juga pernah membuat strategic planning untuk mencari-cari kesalahan gue dan mungkin dia begadang. So tired deh loe. Habis nggak sih energy dia mendendam dan membenci gue segitunya, walau sebenarnya gue tuh nggak ada urusan ama dia!

Oke oke. Mungkin memang ada. Jadi gini. Gue nggak terlalu suka basa-basi ya. Daripada gue bohong atau menjilat, gue lebih suka diam atau menarik diri. Nah, gue memang nggak suka ama dia bo. Bukan bermaksud sok eksklusif, gue merasa nggak cocok aja bergaul ama dia, so gue nggak jalan dong ama dia bo. Daripada bergaul ama orang negative, gue merasa lebih baik baca buku, main bb atau buka2 internet. Nah, mungkin dia tersinggung ya. Secara mungkin dia pengen banget gaul ama gue tapi dia ngerasa gue melepeh dia dan dia dendam kesumat. Remponglah bo… hahhahaa...

Well, mestinya dia sadar dong, siapa sih yang suka bergaul ama dia? Coba. Kalo mau jujur, orang2 yang deket ama dia selama ini, apa dia nggak tahu, mereka semua ngomong buruk tentang dia di belakang dia, dan dia tahu kok, tapi dia menikmati tetap bersama mereka dalam kepalsuan dan basa-basi-busuk itu? Oh no, not me. Sori sori sori jek…
Dan yang paling bikin gue nggak betah ama dia ya, dia juga selalu membicarakan keburukan orang lain. Siapa coba yang sudi gaul ama orang kayak gitu? Jadi bukan gue dong bo, yang sombong dan melepeh hubungan, gue kan hanya ingin tetap berada dalam medan magnet positif, sebab kata nenek, PERGAULAN YANG BURUK BISA MERUSAK LOE. Tul, kan, jek? Bergaul ama orang baik, akan mempengaruhi loe jadi baik, bergaul ama orang cetek, bisa bikin loe tenggelam walau kolamnya cetek (jaka sembung bawa golok hehehe).

Yeah. Tentu saja gue beraninya Cuma lewat blog ini bo. Soalnya kalo gue berhadapan ama dia, bisa melenting gue, kalah bobot, hahaha… lagian nggak level juga kale berantem ama penggemar loe, penggemar sirik yang tak mampu, hahaha…
Begitulah. (apanya yang begitu? Ini kan tadi ngebahas soal resolusi kok jadi ngomongin ketek, eh cetek?)

Yaaaahhh… kembali ke Nicolas Cage. Gue pernah merasa so emotionally drained. Belum lama. Dan itu merembet menjadi bad health. Istirahat sekian lama ternyata memang bukan obatnya. Kembali ke nasihat tadi, memang pada akhirnya kita harus bisa membuang energy negative itu. Tidak mudah. Tidak cepat. Tak instan. Tapi kita bisa melatih diri. Practice makes perfect.

Sejujurnya gue masih ada rasa eneg membayangkan si cetek tadi, tapi paling tidak karena energy negatifnya sudah gue coba erase dan delete berkali-kali, kalau gue ketemu dia lagi, bayangkan, dan tebaklah apa yang akan gue lakukan? Coba, tebak!
--> Gue akan menampar dia? (No.)
--> Gue akan numpahin air panas ke mukanya? (Nehi.)
--> Gue akan maki-maki dia dan bilang gini: hei, urus aja diri loe sendiri ya, daripada sibuk nyirikin orang, mendingan loe benahi diri loe sendiri ye, bersaing dgn karya dong, jangan menusuk dari belakang, ngaca dong, ngacaaa… (Tidak.)
--> Gue akan bawain dia makanan. Sepertinya dia suka risoles.
Gue akan traktir dia makan risoles kesukaannya. (Yes.)

Hihihi… Itulah resolusi gue tahun depan. Bukan hanya kepada satu orang. Itu tadi hanya contoh kasus. Sebab gue bersyukur, gue belajar sesuatu dari pengalaman bersama dia. Kasihan, hidupnya sebegitu tidak bahagia, perlu sedikit sentuhan kasih sayang dan perhatian, dengan sepotong atau dua potong risoles mungkin sebuah langkah awal yang bagus.
(Well, I know its not gonna be easy, tertama kalau gue ingat betapa jahatnya dia ama gue. oh ternyata gue blm bisa bener2 meng-erase nya dari memori gue, hahahhaaaaaaaaaaaaaa…)
Itulah risolesi 2012 gue. Eh salah. Resolusi. Kok risoles-i, hehehe.
Hei, Nicolas cage kw1, loe pasti bangga ama gue deh, gue udah jalanin saran loe. Tapi sori ya, gue menolak yang loe tawarkan, loe pasti bisa let it go and continue your life as usual, kan?

hahaha…
-=-

Yang tak pernah berhenti...

tiap kali aku berkumpul dengan mereka ini, aku tahu aku akan merindukan masa lalu, dan bersyukur akan masa kecilku. Bau masakan khas dan semerbak aroma penggugah selera itu, bukanlah urutan pertama yang kusyukuri, walau itu termasuk dari bagian yang tersimpan di memori hingga katam.
Aku melihat masa lalu dan masa depan di dalam wajah mereka. Tak ada yang berubah secara fundamental. Ibarat whiskey dan tuak, tertata berderet di meja makan, tanpa kenal kelas. Kacang tojin dan pistachio juga berada dalam toples Kristal yang sama jenisnya.
Mereka tak pernah lupa siapa mereka sebelumnya. They never forget where they came here from. Tak pernah kehilangan identitas diri yang otentik walau mereka berada dalam kompleksitas dunia yang bergolak dengan segala perubahannya yang tak henti.
Ibarat tuak dalam gelas Kristal, dengan rasa dan aroma yang sama, hanya dalam kemasan yang lebih up to date.
Tapi tuak dan whiskey tak pernah membuat mereka lupa diri. Ada banyak batas dalam hidup ini yang harus kita patuhi. Menabrak segala aral adalah semangat milik jiwa petarung masa lalu seorang anak muda yang puber pertama. Usia bertambah mestinya semakin bijaksana, sebab tidak selalu kita minum whiskey karena kita menyukainya.
Aku belajar hal itu dari mereka. Sejauh apapun mereka terbang melihat kilau dunia, rumah adalah sarang yang memanggil pulang dan pasti selamanya akan jadi pusat perjalanan kehidupan. Rumah dengan lantai pualam mengalasi kursi rotan yang semakin buram mencoba melawan usia warna buatan.
Bersama mereka, aku rindu masa lalu. Ketika dunia hanya selebar langit biru di atas atap rumah berloteng kecil, tempat aku menaruh mimpiku yang terlalu dangkal. Di sana aku sering bermimpi. Terbang melintasi duniaku. Melayang dengan ringan di atas awan. Dan lalu aku terbangun di atas bantal berisikan kapas. Mimpiku singkat. Tapi aku tak pernah kapok. Banyak bermimpi bukan dosa. Bukan?
Dan bantal kapas itu kurindukan. Ketika mereka merengkuh bantal bulu angsa, kutahu mereka juga tak lupa bantal kapas itu. Tak banyak isi masa lalu bisa dibawa serta ke masa kini. Mungkin itu sebabnya orang sering merindukan masa lalu.
Aku tahu mereka juga rindu. Rindu sesuatu yang sesungguhnya tak pernah dilepaskan. Sesuatu yang tak pernah ditinggalkan. Dan aku belajar. Mungkin itulah sebabnya tuak dan whiskey, pistachio dan tojin, pualam dan rotan, akan menjadi seperti bantal kapas dan bantal bulu.
Semerbak aroma itu mengembalikan kesadaran bahwa kini kami hidup di masa kini. Jauh dari masa lalu yang sesungguhnya tak pernah sungguh kami tinggalkan. Musim berubah. Tahun berganti. Sosok dan sorot mata mereka selalu mampu membuatku serasa kembali ke rumah. Bukan di masa lalu, tapi masa kini, dan masa depan. Juga, di masa-masa dalam mimpi-mimpiku.
Yang tak pernah berhenti…
=18dec11=